08 Maret 2009

PROGRAM DEPOSITO

BMT Jati Mandiri membuka peluang investasi dengan keuntungan yang menjanjikan.
jika melalui sistem deposito, maka anda akan mendapatkan nilai keuntungan sebesar 1,5 % dari nilai total deposito




Read More......

03 Januari 2009

Photo Gallery


BAKSOS BMT JATI MANDIRIRI





Read More......

29 Desember 2008

PERBEDAAN BANK SYARI'AH DENGAN BANK KONVENSIONAL
Oleh : Ilham Setiawan
Seiring waktu perkembangan syariah kini mulai tumbuh dengan pesat di bank-bank lain, Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar, produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya

terbatas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk di pasar
modal dan asuransi.

Anda tentu pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan jasa lembaga keuangan syariah. Menurut technisi dari sistim keuangan ksa dan mentransfer uang lalu syarat-syarat peminjaman dan pengambilan uang sama tapi dilihat dari aspek legalitas adan akad nya itu sangat berbeda dengan bank konvensional.

Perbedaannya antara lain: pertama, akad dan legalitas merupakan kunci utam yang membedakan bank yariah dengan bank konvensional lainnya. bank syariah melihat dari “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan begantung pada niat. dalam hal ini bergantung pada aqad nya, seperti bagi hasil,jual beli atau sewa menyewa. tidak ada unsur riba yang di haramkan.

Perbedaan selanjutnya dar struktur organisasi yang sangat baik yang dilihat dari stiruktur pengamananya yaitu DPS ( dewan pengawas syariah) yang bertugas sbg pengawasan operasional bank dan produk-roduknya agar sesuai garis syarah…Kemudian pada lingkungan disekitar bank syariah yang bernuasa islami. disini ketika kita datang nanti di bank syariah akan disambut mulai dari cara pakaian, bertingkah laku dari pada karyawannya. Mekanismenya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini

Bank syariah itu mengeluarkan produk seperti:

1. bank syariah asli : bank yang tidak tercampur dengan bank konvensional lainnya.

2.bank syariah dengan bank konvensional: artinya merupakan bank yang menganut sistim syariah dan berdiri sendiri. tapi bukan dari bank konvensional.produknya terdiri dari : Bank syariah mandiri, bank muamalat dan lain-lain.

3.bank syariah dengan bank konvensional : artinya ada bank ini masih menganut sistim bank syariah tetapi msih milik suatu bank konvensional sebagai induknya..dll..

sekian dari saya mudah-mudahan bermanfaat nanti..wa’alaikum salam wr.wb

Read More......

Aliansi Strategis, Solusi Meningkatkan Pasar Perbankan Syariah

Posted by yoki kuncoro on January 22, 2007

partnerships.jpgBerdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), aset bank syariah sampai dengan bulan Oktober 2006 mencapai Rp 25,06 Triliun. Hasil itu menunjukkan petumbuhan sebesar 33,8 persen dari 18,732 triliun pada Oktober 2005. Bila dibandingkan dengan total pasar perbankan nasional, ternyata aset perbankan syariah masih sangatlah kecil, yaitu kurang dari 2 persen.[1] Untuk itu,

penerapan strategi yang tepat dalam menciptakan pangsa pasar yang lebih besar bagi perbankan syariah adalah hal yang sangat perlu dilakukan.


BI sebagai regulator sebenarnya telah memahami permasalahan ini. Karena itu, melalui Kebijakan yang dikeluarkannya baru-baru ini, BI ingin melakukan akselerasi pengembangan perbankan syariah. Salah satu dari program itu adalah membuat kebijakan office channeling bagi perbankan konvensional yang ingin membuka divisi unit syariah tanpa perlu melakukan investasi dalam pembangunan kantor cabang khusus syariah.[2]

Kebijakan ini jelas sangat membantu ekspansi pasar perbankan syariah di daerah-daerah. Karena, berdasarkan hasil riset yang dilakukan BI sebelumnya, kedekatan lokasi bank menjadi salah satu faktor dominan masyarakat dalam menggunakan jasa perbankan[3].

Namun, kebijakan office channeling ini tidak serta merta membuat pangsa pasar meningkat secara signifikan. Menurut penulis, selain office chanelling, dibutuhkan sebuah aliansi strategis antara perbankan konvensional, perbankan syariah, maupun institusi lain seperti misalnya kantor pos, agar pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia bisa meningkat secara signifikan dan berkesinambungan.

Namun, yang perlu dijawab sekarang adalah bentuk aliansi strategis seperti apa yang tepat untuk diterapkan? Bagaimana cara penerapannya di lapangan sehingga kebijakan office chanelling dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah.

Jadi, makalah ini dimaksudkan untuk memberikan paparan mengenai aliansi strategis sebagai solusi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas yang pada akhirnya dapat memenangkan pasar perbankan di Indonesia.



I. Perbankan Syariah di Indonesia

1.1 Spiritual Perceived Value Sebagai keunggulan Perbankan Syariah

Salah satu cara terbaik melihat kemampuan daya saing sebuah produk atau perusahaan adalah dengan mengukur atau mengetahui seberapa besar value yang diterima customer. Tidak terkecuali pada industri perbankan. Karena itu, mengetahui keunggulan-keunggulan perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional akan sangat penting. Dan, menjadi akurat bila ditelusuri melalui sejarah berdirinya perbankan syariah di Indonesia.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990. Saat itu, diselenggarakan sebuah lokakarya ekonomi syariah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasilnya, MUI mengajak BI untuk turut serta mengembangkan perbankan syariah. Kemudian dilanjuti secara nyata melalui studi banding ke negara-negara yang telah mengembangkan perbankan syariah terlebih dahulu seperti Iran dan Malaysia.

Pada tahun 1992, ide ekonomi syariah telah dimasukan dalam revisi Undang-Undang Perbankan Indonesia. “Saat itu belum ada keberanian untuk menyatakan sebagai ’bank syariah’ karena ada reluctancy di bidang politik. Saat itu baru ada istilah bank bagi hasil,” papar Siti Kalimah Fajriah, SE, MM, Wakil Deputi Gubernur BI, bidang Pengawasan Bank dan Pengembangan Usaha.[4] Namun akhirnya, pada tahun yang sama berhasil didirikan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama yang menerapkan sistem bagi hasil.

Pada tahun 1998, konsep perbankan syariah telah benar-benar masuk dalam Undang-Undang Perbankan di Indonesia. Pemerintah pun telah percaya akan ketangguhan sistemnya dalam mempertahankan kinerja perbankan syariah ketika terjadi krisis ekonomi. Kemudian, pada tahun 2000, BI mulai serius untuk mengembangkan perbankan syariah. Maka mulailah berdiri berbagai unit syariah. Juga, pada tahun yang sama, berdiri Jakarta Islamic Index sebagai indeks acuan saham-saham yang ’lulus’ dalam kategori syariah.

Jadi, keberhasilan sistem bagi hasil pada saat krisis ekonomi tahun 1997-1998 telah menjadi sebuah bukti akan keunggulan perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional. Artinya, telah timbul sebuah kepercayaan dalam benak masyarakat dan pemerintah akan kemampuan perbankan syariah. Kalau mengacu pada konsep spiritual perceived value, maka nasabah perbankan syariah telah mengalaminya. Maksudnya, yang diterima nasabah tidak sebatas functional benefit, dalam hal ini, keuntungan-keuntungan fungsional menabung seperti keamanan dan bagi hasil, tetapi juga emotional benefit yaitu kepercayaan dari sistem yang halal dan experience dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi.

Pada hakikatnya, spiritual perceived value (SPV) bisa dinterpretasikan sebagai total get dibagi dengan total give. Komponen total get terdiri dari functional benefit (Fb) dan emotional benefit (Eb). Sedangkan total give terdiri dari price (P) dan Other expenses (Oe).[5] Hal ini bisa telihat jelas pada formula di bawah ini.

picture1.jpg

Formula ini menunjukan bahwa, value yang diterima seorang nasabah tidak hanya terdiri dari functional benefit atau emotional benefit saja, tetapi harus meliputi kedua-duanya. Dan Perbankan syariah terbukti telah memiliki kedua-duanya.

1.2 Pangsa Pasar Perbankan Syariah di Indonesia

Sejak tahun 1999-2004, perbankan syariah mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini bisa terlihat dari total asset yang meningkat sampai dengan 95 persen dengan nominal mencapai Rp 15,31 triliun. Dan dalam kurun waktu yang sama, jumlah kantornya sudah mencapai 443 kantor. Namun memasuki tahun 2005 terjadi perlambatan. Total aset hanya terjadi peningkatan sebesar Rp 36,38 persen menjadi Rp 20,88 triliun dengan jumlah kantor 531.

Pada tahun 2006 ini, aset bank syariah sampai dengan bulan Oktober 2006 mencapai Rp 25,06 Triliun. Hasil itu menunjukkan petumbuhan sebesar 33,8 persen dari 18,732 triliun pada Oktober 2005.

Pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah sejak Juni 2005 sampai dengan juni 2006 bisa dilihat pada gambar di bawah ini.[6]

picture2.png

picture3.png



1.3 Kebijakan Office Channeling

Pada umumnya, office channeling didefinisikan sebagai layanan yang terdapat di cabang. Dalam hal perbankan syariah, berarti setiap bank konvensional berkesempatan memiliki cabang layanan syariah di cabang-cabangnya yang konvensional.

Layanan syariah melalui office channeling ini tertuang dalam peraturan Bank Indonesia No. PBI 8/3/2006. Pada Bab I pasal 1 ayat 20 dijelaskan bahwa layanan syariah merupakan kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan oleh Kantor Cabang dan atau Kantor di bawah Kantor Cabang untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama. Jadi, nasabah atau masyarakat tidak perlu lagi mencari-cari cabang syariah, tetapi cukup datang ke kantor cabang konvensional di bank yang bersangkutan.

Biasanya yang banyak menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan demikian tabungan masyarakat tidak bercampur antara yang syariah dengan yang konvensional?

Dalam hal ini, perlu dijelaskan secara teknis mekanismenya. Yaitu, di setiap kantor cabang konvensional, sebuah bank harus memiliki dua user ID untuk masuk ke dalam sistem IT. Satu user ID untuk membuka rekening konvensional, dan satu user lagi untuk membuka rekening syariah. Dengan begitu, maka masyarakat yang ingin membuka rekening syariah di cabang konvensional cukup membuka rekening di user ID syariah. Dengan demikian, akan terhindar dari pencampuran operasional keuangan dalam perbankan.

Ini berarti, setiap bank yang ingin memiliki office channeling untuk layanan syariah cukup memperhatikan kesiapan teknologi informasi. Tanpa harus membangun infrastruktur yang memakan biaya yang besar. Namun perlu juga diingat bahwa, sosialisasi dan proses komunikasi office channeling ini harus bisa dipahami oleh masyarakat luas. Terutama masyarakat pedesaan. Karena, kantor cabang perbankan paling banyak terdapat di daerah-daerah.

II. Aliansi Strategis dan Channeling

2.1 Competitive Alliance

Spekman dkk, menjelaskan dalam bukunya Alliance Competence: Maximizing the Value of Your Partners bahwa An Alliance is a close, collaborative relationship between two, or more, firms with the intent of accomplishing mutually compatible goals that would be difficult for each to accomplish alone.[7]

Mereka juga menjelaskan bahwa aktivitas aliansi dapat menstimulasi sebuah pertumbuhan antara lain dengan:

1. Memfokuskan perhatian perusahaan pada aktivitas yang menjadi inti bisnis perusahaan;

2. Meleverage kemampuan partner untuk mengembangkan dan mengenalkan produk atau jasa baru, memasuki segmen pasar baru, memasuki daerah pasar baru;

3. Mempercepat kesempatan-kesempatan revenue dengan mendapatkan return dari pelanggan, channel, dan produk yang sudah ada melalui penambahan kelengkapan skill dan keahlian.

Gambar di bawah ini merupakan pemetaan relationship yang biasa dilakukan antara perusahaan-perusahaan.

picture4.png

Dengan memanfaatkan aliansi strategis, maka sangat memungkinkan bagi perusahaan dalam mengembangkan competitive advantage melalui leveraging kemampuan dan kapabilitas partner-nya untuk meningkatkan performan dari nilai perusahaan. Perusahaan tidak lagi berkompetisi sebagai individual companies, tetapi mereka berkompetisi sebagai sekelompok perusahaan yang bekerjasama dalam memberikan nilai yang terbaik kepada pelanggannya.

2.2 Channel Value Alignment

picture5.png

Berdasarkan model channel value alignment di atas,[1] terlihat adanya tingkatan kerjasama: dari channel cooperating (bersifat transactional relationship) ke value chain interfacing (bersifat operational partnership) hingga ke tingkatan strategic integration (kebijakan bersifat strategis).

Pada tingkatan channel operating, kerjasama lebih didasarkan pada differentiation, marketing mix, dan selling. Contoh pola hubungan seperti ini adalah kerjasama Carefour dengan para supplier-nya. Sedangkan pada tingkatan value-chain interfacing tidak lagi sekadar transaksi, tetapi sudah sampai tingkat operasional. Karena itu tingkatan ini lebih didasarkan pada brand, service, dan process. Hal ini bisa kita lihat pada kerjasama antara Astra dengan Toyota.

Pada tingkatan strategic integration, proses operasional, dan channel-nya sudah tidak ada bedanya lagi. Pada hubungan ini, strategi yang dijalankan, target-target penjualan dan operasional, serta segmentasi dan targeting atas segmen pasar, dan positioning atas produk-produknya akan persis sama. Karena itu, kerjasama pada tingkatan ini lebih didasarkan pada segmentation, targeting, dan positioning. Contohnya adalah PT. Indofood Sukses Makmur dengan Indomarco atau PT Kalbe Farma dengan PT. Enseval Putra Megatrading.

III. Penerapan Aliansi Strategis dan Channel Value Alignment Perbankan

Setidaknya ada dua solusi yang bisa diterapkan melalui konsep aliansi strategis dan office channeling berdasarkan konsep channel value alignment. Yaitu, aliansi strategis perbankan syariah dengan mitra aliansinya dan aliansi strategis perbankan konvensional yang menerapkan office channeling unit syariah.

3.1 Aliansi Strategis Perbankan Syariah

Sampai saat ini, contoh bank syariah yang telah menerapkan pola aliansi strategis adalah Bank Muamalat. Yaitu melakukan aliansi strategis dengan seluruh jaraingan kantor pos di indonesia ketika meluncurkan dan menjual produk Shar-E. Dengan berbagai kemudahan dan jaringan yang luas sampai ketingkat kelurahan, maka aliansi strategis dengan kantor pos menjadi solusi ampuh dalam meningkatkan pasar perbankan syariah di Indonesia.

Memang, Shar-E Card ditujukan untuk menjadi brand yang dapat digunakan oleh mitra aliansi Bank Muamalat. Baik mitra yang berupa bank maupun lembaga keuangan lainnya. Misalnya Shar-E Pegadaian, multi finance, maupun bank-bank konvensional yang ingin mengelola dana nasabahnya secara syariah tanpa harus membuka unit syariah, melainkan cukup dengan beraliansi dengan Bank Muamalat.

Selain itu, dengan berbagai kemudahan dan jaringan yang luas, karena bekerjasama dengan kantor pos di seluruh daerah di Indonesia, maka produk Shar-E akan bisa meningkatkan loyalitas nasabah Bank Muamalat.

Agar loyalitas nasabahnya terus meningkat dan sustainable, Bank Muamalat juga berusaha untuk selalu memberikan berbagai kemudahan. Misalnya dengan memberikan kemudahan kepada pemegang kartu Shar-E sehingga dapat mengaktivasi nomor rekening pada kartu tersebut dan memiliki nomor rekening di Bank Muamalat. Dengan kemudahaan tersebut, pengguna Shar-E juga dapat mengakses 18.000 Debit BCA dan memperoleh akses penarikan tunai secara halal dan free of charge pada 4.885 ATM BCA dan ATM Bersama.

Jadi, yang dilakukan Bank Muamalat adalah aliansi strategis dengan PT Pos Indonesia dalam melakukan penjualan sampai ke daerah-daerah dan aliansi strategis dengan Bank BCA dalam penarikan tunai melalui ATM BCA. Hal ini sangat cerdas dilakukan Bank Muamalat mengingat tanpa perlu mengeluarkan investasi yang besar untuk membuka cabang-cabang yang banyak dan mengadakan mesin-mesin ATM, Bank Muamalat telah berhasil menjangkau masyarakat sampai tingkat kelurahan. Aliansi strategis Bank Muamalat bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

picture6.png

Bila mengacu pada konsep value chain alignment, maka pola kerjasama Bank Muamalat ini baru sampai pada tingkat channel operational yang bersifat transactional pertnership. Karena pola kerjasama ini masih didasarkan pada kerjasama marketing mix, dan selling.

Lalu, yang perlu dilakukan oleh perbankan syariah lainnya seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, maupun BPR-BPR syariah adalah dengan terus melakukan aliansi strategis dalam meningkatkan pangsa pasar sampai masuk ke komunitas-komunitas masyarakat pedesaan di seluruh Indonesia. Aliansi yang sama yang telah dilakukan oleh Bank Muamalat.

4.2 Aliansi Strategis Perbankan Konvensional yang Menerapkan Office Channeling

Bila melihat banyaknya cabang perbankan konvensional di daerah-daerah, maka penerapan office channeling diprediksi bakal meningkatkan pangsa pasar. Namun, dibutuhkan waktu untuk melakukan edukasi dan memberikan informasi sehingga bisa timbul pemahaman masyarakat mengenai sistem ini. Untuk itu, dibutuhkan aliansi strategis dengan pemerintah daerah, ulama-ulama maupun perbankan syariah dalam hal edukasi dan informasi kepada masyarakat di daerah-daerah.

Selain itu, tetap juga perlu dilakukan aliansi strategis dengan lembaga keuangan lain, dan institusi seperti kantor pos, pegadaian maupun lembaga multi finance. Karena, seperti tujuan di awal, untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah secara signifikan dan berkesinambungan.

Contoh yang terus melakukan office channeling di cabang-cabangnya adalah BNI. Jika saja BNI tertarik melakukan aliansi strategis dengan BRI yang telah dipercaya di masyarakat pedesaan dan petani, maka akan tercipta sebuah kerjasama yang tidak hanya bersifat transactional partnership, tetapi sampai pada tingkatan strategic integration.

Kalau kita amati gambar di bawah, maka perbankan konvensional dengan office channeling dapat melakukan aliansi strategis dengan berbagai lembaga atau institusi. Sesuai dengan pemaparan mengenai tujuan aliansi strategis sebelumnya, selama saling menguntungkan, maka semakin banyak melakukan aliansi strategis, akan semakin banyak tercipta pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.

picture7.png


Jika bisa terjadi hal ini, maka secara signifikan, masyarakat di daerah-daerah dan pedesaan yang jumlahnya sangat banyak akan menjadi nasabah perbankan syariah. Alhasil, pangsa pasar perbankan syariah bisa meningkat secara signifikan dan menjadi salah satu pemain utama di industri perbankan nasional.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan awal dan pemaparan dalam makalah ini, bahwa aliansi strategis setelah office channeling antar perbankan syariah, perbankan konvensional, dan lembaga atau institusi lainnya dapat meningkatkan pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah secara signifikan di daerah-darah di seluruh Indonesia. Berawal dari konsep aliansi strategis yang saing menguntungkan dengan memanfaatkan keunggulan partner, maka akan bisa tercapai tujuan bersama yang berkesinambungan. Dan mau tidak mau, agar perbankan syariah semakin berkembang dengan pangsa pasar yang besar, aliansi strategis harus menjadi sebuah solusi terbaik yang bisa diterapkan para pelaku perbankan syariah.

[1] Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, Oktober 2006.

[2] Bank Indonesia, Program Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah dimulai, No. 8/63/PSHM/Humas , Desember 2006.

[3] Bank Indonesia, Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa, Ringkasan Pokok-pokok Hasil Penelitian, Desember 2000.

[4] Seminar dan kolokium Ekonomi syariah 2006, ITB, Oktober 2006

[5] Kartajaya, H., et all., Rethinking Marketing, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003

[6] Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, Direktorat perbankan Syariah, Juli 2006.

[7] Spekman, Robert E., Lynn A. Issabella and Thomas C. MacAvoy., Alliance Competence: Maximizing the Value of Your Partners, John Willey & Sons, Inc, (2000).

[8] Mussry, Jacky, et all., MarkPlus on Marketing: The Second Generation., Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2007.

Tulisan ini dibuat penulis sebagai kontribusi untuk ikut mengembangkan Perbankan Syariah

Read More......

Memilih Teknologi Perbankan Syariah

Mar 13th, 2008 by ivanorma

Tulisan ini dapat dibaca pula di Niriah.com - portal ekonomi dan bisnis syariah

Saat ini kita adalah saksi bagi pertumbuhan pesat perbankan syariah di Indonesia. Berbagai kemudahan melalui regulasi telah diberikan oleh Bank Indonesia agar semakin banyak tersedia layanan perbankan syariah di Indonesia. Iklim yang semakin kondusif ini seharusnya mampu mendorong pelaku bisnis perbankan di Indonesia yang konon termasuk paling besar di dunia dalam hal jumlah usaha dalam satu negara. Jika ratusan bank umum yang ada di Indonesia membuka Unit Usaha Syariah (UUS), maka

masyarakat akan semakin mudah mendapatkan layanan perbankan syariah.

Sistem perbankan syariah sesungguhnya tidak terbatas pasarnya pada nasabah yang memiliki ikatan emosional keagamaan (masyarakat muslim). Layanan perbankan syariah dapat dinikmati oleh siapa saya tidak bergantung agama yang dianut sepanjang bersedia mengikuti cara berbisnis yang diperbolehkan secara syariah. Masyarakat membutuhkan lembaga keuangan yang kuat, transparan, adil dan berkomitmen membantu meningkatkan perekonomian dan usaha nasabah.

Pengalaman saya ikut dalam kegiatan konversi Bank Umum menjadi Bank Umum Syariah membuktikan bahwa dengan edukasi dan cara pendekatan yang tepat, masyarakat non muslim tidak mengalami masalah melakukan kegiatan perbankan secara syariah. Bahkan pada salah satu cabang yang dikonversi dari Bank Umum, sampai saat ini lebih dari 70% nasabahnya adalah non muslim. Tidak ditemui kendala berarti dalam proses edukasi dan retaining nasabah, salah satunya terlebih karena strategi sederhana namun jitu dengan mengganti nama produk yang berbahasa Arab dengan nama produk yang lebih mudah dimengerti oleh nasabah non muslim.

Kenyataannya ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi pelaku industri keuangan untuk sesegera mungkin masuk ke bisnis perbankan syariah. Faktor langka dan terbatasnya Sumber Daya Insani yang mengerti betul perbankan syariah menjadi salah satunya. Faktor penghambat lainnya adalah Teknologi Informasi (TI) Perbankan Syariah.

Bagi yang pernah mendalami perbankan konvensional dan syariah paham bahwa perbedaan sistem konvensional dan syariah bukan hanya pada kulit luarnya saja, namun justru di inti bisnis prosesnya. Syariah atau tidaknya transaksi sangat terkait dengan esensi dari model transaksinya. Implikasinya sistem TI syariah haruslah benar-benar menyentuh sampa ke inti prosesnya, mulai dari tata cara transaksi dan akad sampai pembukuan. Jadi membangun sistem TI syariah tidaklah cukup dengan melakukan tambal sulam dari sistem TI bank konvensional.

Tambahan lainnya akad/bisnis proses dalam perbankan syariah lebih variatif daripada pada perbankan konvensional. Jika di dalam sistem TI bank konvensional biasanya mengenal hanya 2 sampai 3 bisnis proses di pinjaman (yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk derivatifnya), maka di dalam sistem TI bank syariah bisa jadi mengenal lebih dari 10 jenis bisnis proses di pembiayaan (belum termasuk produk derivatifnya. Artinya sistem TI syariah yang baik seharusnya merupakan proses re-engineering TI perbankan mulai dari dasar/inti (start from scratch).

Sistem perbankan syariah adalah unik untuk setiap negara. Kita dapat melihat perbedaan antara sistem perbankan syariah di Indonesia dengan di Malaysia atau dengan di daerah Timur Tengah. Setiap negara memiliki lembaga semacam Dewan Syariah Nasional sebagai penjaga gawang bagi kemurnian pelaksanaan perbankan syariah. Hal ini menyebabkan mudah menerapkan suatu sistem TI syariah di suatu negara meskipun sistem tersebut telah terbukti sukses di negara lainnya. Peraturan dan penjaga gawangnya berbeda.

Melihat kompleksitas persoalan di dunia perbankan syariah seperti di atas maka wajarlah jika menyiapkan TI perbankan syariah dapat menemui beberapa kendala yang berujung pada tingginya investasi teknologi, antara lain:

* Pengembangan TI perbankan syariah berbasis pada TI perbankan konvensional sebenarnya tidak beda dengan mengembangkan sistem yang sama sekali baru dengan modul-modul yang lebih kompleks. Biaya pengembangan akan meningkat.
* Implementasi sistem TI syariah dari negara lain akan meningkatkan secara tajam biaya implementasi dan customisasi karena modul-modul sistem tersebut haruslah disesuaikan dengan standar akuntansi dan regulasi perbankan syariah di Indonesia.

Sesungguhnya, sistem TI syariah tidaklah mesti mahal. Itu tergantung pada strategi untuk memilih dan mengimplementasikan sistem TI. Pelaku bisnis perbankan yang ingin masuk ke dalam bisnis syariah bisa menerapkan beberapa tips untuk memilih IT antara lain

* Local content. Dunia TI di Indonesia dipenuhi dengan berbagai local genius yang seharusnya mampu menciptakan solusi sistem yang murah dan handal. Tidak ada sistem TI yang sempurna, namun dukungan teknis lokal tentu akan lebih mudah dan murah dalam proses penyempurnaannya.
* Fokus. Sangat ideal jika vendor yang dipilih fokus pada pada pengembangan teknologi perbankan syariah.
* Sinergi. Jika vendor yang menyiapkan sistem TI syariah memiliki komitment bukan hanya pada sistem TI-nya namun juga pada perkembangan bisnis perbankan syariah, maka tentunya vendor dan pelaku bisnis perbankan dapat saling berjalan bersama memacu pertumbuhan bisnis syariah di Indonesia.
* Added Value. Vendor yang memiliki komitment pada perkembangan bisnis perbankan syariah umumnya memiliki beberapa produk nilai tambah yang dapat menjadi faktor pendukung bagi layanan perbankan syariah yang lebih baik saat ini dan di masa depan.

Jika hal di atas dapat ditemukan, maka pengembangan sistem TI perbankan syariah tidak selalu harus mahal. Hal yang terpenting adalah ukhuwah dan kerja sama mencapai tingkat layanan yang lebih baik untuk perbankan syariah. Tentu saja pada akhirnya semua ini sangat tergantung niatan baik dari pelaku bisnis perbankan syariah untuk dapat bahu-membahu mengembangkan sistem TI perbankan syariah yang ideal bersama-sama dengan vendor sistem TI perbankan syariah.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com